250 Miliyar Deposito APBD Lamsel, mendapat Sorotan Dari Berbagai Kalangan.
-->

Advertisement


250 Miliyar Deposito APBD Lamsel, mendapat Sorotan Dari Berbagai Kalangan.

LKI CHANNEL
24 November 2019

LKI-CHANNEL , LAMPUNG
Lampung--Penempatan Dana APBD Kabupaten Lampung Selatan tahun 2019 sebesar Rp. 250 Miliyar dalam bentuk deposito di BPD Bank Lampung oleh Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) dilakukan secara diam-diam, mendapat sorotan dari berbagai kalangan kali ini Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung Gindha Ansori Wayka menanggapi kebijakan deposito APBD tersebut akan menjadi suatu akar masalah yang bisa membesar, Minggu (24/11/2019)

Menurut Gindha Ansori, pengalihan dana APBD dari kode rekening Kas Daerah menjadi Deposito pada dasarnya secara hukum diperkenankan, akan tetapi harus memenuhi mekanisme peraturan sebagaimana amanah Undang-Undang Pasal 131 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa dalam rangka manajemen kas, Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dan/atau melakukan investasi jangka pendek atas uang milik Daerah yang sementara belum digunakan sepanjang tidak mengganggu likuiditas Keuangan Daerah, tugas daerah, dan kualitas pelayanan publik.

"Dengan adanya ketentuan hukum terkait deposito uang daerah ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dan dikaji sesuai UU yang berlaku, hal mendasar yaitu apakah upaya Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mendepositokan APBD tersebut atas dana sementara yang belum digunakan?,  apakah dengan deposito ini tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah?,  apakah upaya ini dapat mengganggu dan menghambat kinerja daerah dan mempengaruhi kualitas kinerja terhadap pelayanan publik? Pertanyaan tersebut seharusnya terjawab jika Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan membahas atau mengkajinya bersama DPRD Kabupaten Lampung Selatan"  Desak Gindha Ansori.


Masih lanjut Gindha Ansori sosok pengacara muda dalam kiprahnya telah berhasil melakukan pendampingan berbagai perkara ditingkat pengadilan, "Pemenuhan prasyarat ini sebagai landasan hukum yang benar,  kalau alasan deposito ini karena ada dana APBD senilai Rp.  250 Milyar yang diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur tetapi  gagalnya pelaksanaan proyek APBD 2019 karena disebabkan oleh "hacker" yang merusak sistem pelelangan yang telah dijalankan pihak Unit Layananan pengadaan (ULP) dan Pokja Lamsel sehingga 40% Proyek Infrastruktur gagal dilaksanakan,  hal ini tidak menjadi alasan hukum pembenar untuk mendepositokan APBD tersebut, karena dengan deposito ini jelas akan mengganggu dan menghambat kinerja daerah dan mempengaruhi kualitas kinerja terhadap pelayanan publik karena banyak program tidak terlaksana" terangnya.

Sambung Gindha Ansori saat dihubungi  oleh awak media, menambahkan keanehan sistem kerja Unit Layananan pengadaan (ULP) dan Pokja Lamsel  yang hanya diserang "hacker" yang menyebabkan dana APBD nya tidak diserap, apakah daerah lain tidak? atau ada daerah lain yang belum terpublish terkait persoalan yang sama? dan diduga tidak ada bukti bahwa Unit Layananan pengadaan (ULP) dan Pokja Lamsel bersungguh-sungguh melawan 'hacker' yang cukup meresahkan misalkan dengan melaporkan ke penegak hukum atau mengundang ahli pembuat sistem yang dapat memperkuat Unit Layananan pengadaan (ULP) dan Pokja Lamsel sehingga 40 % dana APBD yang tertunda dapat diserap sesuai dengan peruntukannya" tegas Dosen  salah satu fakultas Hukum Universitas swasta di Lampung tersebut.

Meskipun aturan membolehkan untuk mendepositokan APBD akan tetapi harus memenuhi persyaratan dan mekanisme yang ada lanjut Gindha.

"Kalau ULP dan Pokjanya yang diserang hacker, sehingga dana APBD 40 % tidak terserap kemudian di depositokan dengan  menggagalkan proses tender tanpa berupaya untuk membuat sistem ULP dan Pokja yang mumpuni, maka ini diduga hanya "alibi" Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan untuk mencari alasan pembenar bahwa deposito 'halal untuk dilakukan' dengan cara memanfaatkan sistem yang diduga dapat saja dibuat sendiri. Sehingga upaya  ini meskipun diperkenankan secara hukum justru upaya ini bertolak belakang dan harus diungkap karena diduga melanggar hukum meski deposito tersebut diperkenankan secara hukum karena cacat prosedural dan administrasi".

Melalui telekompersnya Koordinator Presidium KPKAD Lampung menyampaikan bahwa deposito APBD Lampung Selatan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 131 Ayat (1) Perturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah karena diduga tidak memenuhi kriteria sebagai dana milik Daerah yang sementara belum digunakan,  diduga mengganggu likuiditas Keuangan Daerah, diduga menggangu tugas daerah serta diduga menyebabkan kualitas pelayanan publik menjadi rendah karena program sudah dianggarkan akan tetapi gagal dilakukan.

"sebagai Praktisi Hukum dan Pihak yang concern terhadap penggunaan anggaran daerah,  Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD)  mendesak agar penegak hukum Kejaksaan,  Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan kewenangan masing-masing untuk mulai melakukan penyelidikan atas hal ini,  karena menurut hemat kami diduga proses deposito ini janggal, hanya alasan gagalnya serapan 40 % APBD untuk infrastruktur karena 'hacker' dengan mudahnya mendepositokan APBD yang sudah ada peruntukannya sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Lampung Selatan 2019. Tutupnya.

Sebelumnya anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Beny Raharjo menyampaikan sikap atas masalah Deposito APBD sebesar Rp. 250 Miliyar, bahwa kebijakan pengalihan neraca Kas Daerah menjadi Neraca deposito merupakan kebijakan yang melanggar aturan hukum, sebab DPRD Kabupaten Lampung Selatan tidak pernah dilibatkan dalam membahas peralihan kode rekening tersebut di BPD Bank Lampung, Jum'at (22/11/2019).

"Kebijakan deposito APBD Tahun 2019 Sebesar Rp. 250 Miliyar merupakan hal yang melanggar mekanisme dan aturan hukum yang berlaku, karena dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan DPRD Kabupaten Lampung Selatan dalam peruntukannya, kami ini wakil Rakyat Lampung Selatan, APBD itu milik rakyat dan sebelum dialihkan harus dibahas terlebih dahulu bersama wakil rakyat agar jelas berapa bunga hasil deposito tersebut, pengalihan kode rekening dari kas daerah menjadi deposito dilakukan dari bulan apa sampai bulan berapa harus transparan juga" tegasnya.

Wakil ketua DPD II Partai Golkar Bidang Tani dan Nelayan ini menerangkan bahwa Proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019 banyak yang mengalami kegagalan dalam tahap proses lelang proyek, jika diakumulasikan sebanyak 40% tender proyek gagal saat dirinya melakukan Hearing bersama ULP dan DKPP Lampung, diketahui alasan gagalnya lelang proyek infrastruktur Kabupaten Lampung Selatan dikarenakan ada persaingan tidak sehat yang bersumber dari Hacker sistem lelang yang dijalankan oleh ULP atau Pokja kabupaten Lampung Selatan, namun pihak ULP DNA Pokja tidak ada upaya lain misalnya proses hukum hacker tersebut.

"Gagalnya 40% lelang proyek infrastruktur Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan informasi dari DKPP Lampung, ULP dan Pokja Kabupaten Lampung Selatan dikarenakan ada persaingan tidak sehat yang bersumber dari Hacker sistem lelang, namun pihak mereka (Pokja dan ULP ) tidak melakukan upaya lain seperti melaporkan hacker tersebut ke penegak hukum" tutupnya.

Disisi lain Kepala BPKAD Kabupaten Lampung Selatan Inji Indrawati (dilansir dari lampungnet.com) menerangkan saat Hearing bersama komisi II DPRD Kabupaten Lampung Selatan, deposito APBD tahun 2019 sebesar 250 Miliyar dilakukan karena adanya potensi penyerapan anggaran tidak terserap, saat disinggung sejak kapan deposito APBD dilakukan inji menjawab lupa bulan Januari atau bulan mei 2019. Dengan pengalihan APBD menjadi simpanan deposito dalam rangka meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Selatan, karena melalui deposito pemkab memperoleh bunga sebesar 7 - 8 % atau 16, 3 % (seno)