Kasus Positif Kembali Muncul di Aceh, Akankah PSBB di Berlakukan
-->

Advertisement


Kasus Positif Kembali Muncul di Aceh, Akankah PSBB di Berlakukan

REDAKSI
19 April 2020

LKI-CHANNEL , Banda Aceh

Sejak Pasien positif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terakhir yang dirawat di RSUZA dinyatakan sembuh, maka mulai saat itu, Senin (13/4/2020) Aceh dinyatakan bebas pasien positif corona, informasi itupun disambut gembira oleh sebagian kalangan masyarakat, bahkan sebagian masyarakat menganggap virus corona sudah minggat dari Aceh, dibuktikan dengan mulai hadir nya keramaian di berbagai tempat, seperti warung kopi, pasar, serta arena public lainnya tanpa mengindahkan protokol kesehatan, anggapan ini juga dikuatkan dengan pencabutan pemberlakuan jam malam di Aceh, jalanan yang sebelumnya sepi kini mulai ramai kembali seperti tidak terjadi apa apa.


Atas situasi dan kondisi masyarakat ini membuat sejumlah kalangan merasa khawatir, terutama kalangan medis dan pemerintah, betapa tidak, mereka sangat mengkhawatirkan bila terjadi ledakan kasus positif di Aceh, hal ini mengingat sikap sebagian masyarakat yang masih kurang mengindahkan berbagai seruan pencegahan serta disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, situasi ini sangat berkemungkinan terjadinya penyebaran virus terutama dari orang orang yang sudah terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala.
Bila terjadi lonjakan kasus, dikhawatirkan Aceh tidak siap menghadapi nya, mengingat jumlah Sumber Daya Manusia (Dokter, Perawat, dll), Alat Kesehatan (Alkes), Serta berbagai Fasilitas lainnya masih sangat terbatas, Negara adidaya seperti Amerika Serikat saja mulai menunjukkan kewalahan menangani pasien yang terus bertambah, padahal kita tau SDM, Alkes serta fasilitas mereka jauh lebih mumpuni dibandingkan Aceh, Indonesia.
Pemerintah Aceh beserta Pemerintah Kabupaten/Kota telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran virus corona ini, namun upaya ini dianggap belum begitu maksimal, mengingat kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan masih sangat rendah, seperti menghindari keramaian, menggunakan masker, mencuci tangan menggunakan sabun, serta menjaga jarak.
Setelah beberapa hari Aceh dinyatakan bebas dari pasien positif corona, kini hasil uji Swab pertama Pasien Dalam Pengawasan (PDP) oleh Balai Litbangkes Aceh, satu pasien dinyatakan positif Corona atau Covid-19, hal ini menunjukkan bahwa Aceh belum bebas dari penyebaran covid-19.

Penyebaran masih terus terjadi dan kemungkinan banyak orang yang sudah terinfeksi namun belum terdeteksi, atau sedang dalam masa inkubasi, ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena Orang Tanpa Gejala (OTG) lebih dikhawatirkan dibandingkan dengan Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahan dini agar Aceh tidak mengikuti jejak provinsi lain yang sudah menunjukkan angka peningkatan PDP yang cukup signifikan, seperti Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) tetangganya Aceh yang kini tengah melonjak penyebaran virus corona, mungkinkah Aceh memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)?
Sebagaimana kita ketahui, wabah Pandemi covid-19 dengan jumlah kematian dan kasus infeksi yang sudah melebihi satu juta orang sehingga berdampak serius terhadap berbagai aspek kehidupan, dan cilakanya sampai saat ini belum ada treatmen, obat, antivirus dan serum untuk Pandemi Coronavirus ini, Organisasi Kesehatan Dunia dan negara-negara di dunia hanya memiliki tritmen pembatasan sosial dengan physical distancing (membuat jarak fisik antar individu), protokol-protokol kesehatan serta himbauan pentingnya penguatan antibodi masing-masing individu dalam menghadapi Covid-19.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sepertinya masih sulit diberlakukan di Aceh, hal ini disebabkan belum terpenuhinya kriteria penetapan PSBB yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Permenkes nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Kriterianya adalah terjadinya peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat penyakit yang diketahui dari pengamatan kurva epidemiologi, penyebaran kasus yang cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain, kasus yang dimaksud adalah pasien dalam pengawasan dan kasus konfirmasi positif berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan Reverse Transcription Polymerse Chain Reaction (RT-PCR), serta adanya kecenderungan peningkatan kasus dan/atau kematian dalam kurun waktu hari atau minggu menjadi bukti peningkatan.
Aceh belum menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan, baik angka PDP maupun angka kematian, meskipun angka ODP Aceh tergolong tinggi, yakni 1.550 orang, karena itu Aceh belum memenuhi kriteria pemberlakukan PSBB, meskipun banyak pihak yang berharap PSBB diberlakukan di Aceh, terutama Pemerintah Aceh, Para Tenaga Medis, serta organisasi masyarakat sipil lainnya, harapan ini tentu memiliki dasar, diantara nya adalah kekhawatiran terjadinya lonjakan angka PDP sementara SDM dan Fasilitas Rumah Sakit masih terbatas, kemudian bila terjadi lonjakan PDP dan Angka Kematian, perekonomian menjadi lumpuh, kepanikan terjadi, bila rakyat panik, ini akan lebih mengkhawatirkan, mengingat disaat terjadi kepanikan, imun tubuh menurun, virus akan lebih mudah terinfeksi.
Lantas apa yang bisa dilakukan, pepatah bijak mengatakan, lebih baik mencegah dari pada mengobati, karena itu Semua elemen masyarakat bersama sama dengan pemerintah melakukan pencegahan secara bersama sama, kerjasama ini sangat dibutuhkan demi keselamatan dan kebaikan bersama, tanpa dukungan masyarakat, pemerintah tidak akan bisa melakukan pencegahan.

Penyebaran covid-19 ini secara maksimal, demikian juga sebaliknya, tanpa dukungan pemerintah, masyarakat juga tidak bisa maksimal melakukan pencegahan, karena itu kerjasama antar kedua belah pihak sangat menentukan keberhasilan dalam mencegah penyebaran covid-19 ini di Aceh.
Pemerintah Aceh sudah pasti tidak dapat memberlakukan PSBB dalam waktu dekat ini, karena terganjal aturan Pemerintah Pusat, Izin sudah pasti tidak akan keluar karena kriteria belum terpenuhi, oleh karena itu diharapkan kepada semua elemen masyarakat agar mematuhi berbagai anjuran pencegahan, diantaranya adalah menjaga jarak antar individu (physical distancing)
Selalu menggunakan masker, mencuci tangan menggunakan sabun, menghindari keramaian serta budayakan take away (sistem bungkus) minum kopi dirumah bersama keluarga.

Diharapkan kepada para Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Politik, Tokoh Pemuda, serta semua tokoh elemen sipil lainnya agar bersama sama menyadarkan masyarakat melalui edukasi edukasi pendidikan, agar tumbuh kesadaran sebelum penyesalan terjadi, jika nyawa sudah melayang, segala penyesalan tak ada gunanya, karena penyesalan kemudian tak akan bisa mengembalikan nyawa yang hilang.
Tugas kita sebagai ummat manusia adalah berusaha, berikhtiar dengan maksimal, soal penentuan akhir, Allah lah yang tentukan, wallahu’alam.
Semoga Aceh dapat segera bebas dari virus yang masih bergentayangan ini, mengingat Ramadhan sudah didepan mata, mudah mudahan masyarakat Aceh bisa menyambut dan menjalankan ibadah di bulan yang agung ini dengan tenang dan nyaman.

(Mohd/Sanusi)