LBH CIKA, Equality Before The Law Terhadap Penegakan Hukum Harus Sama Di Masyarakat
-->

Advertisement


LBH CIKA, Equality Before The Law Terhadap Penegakan Hukum Harus Sama Di Masyarakat

LKI CHANNEL
18 November 2019


LKI-CHANNEL, Bandarlampung
Pelayanan hukum terhadap masyarakat sebagai pencari keadilan harus dilakukan aparat penegak hukum dengan sama sebagaimana Asas Equality Before the Law. Asas ini adalah norma yang melindungi hak asasi warga negara,  dimana setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kewajiban di hadapan hukum, dengan demikian setiap warga negara harus diperlakukan secara adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.

Dalam rangka menguji implementasi asas hukum ini,  Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH – CIKA) telah mengajukan penangguhan penahanan dan penangguhan sementara perkara atau laporan polisi kepada Kepolisian Daerah (Polda) Lampung dan Kejaksaan Tinggi (Kejati)  Lampung karena perkara perdatanya masih di Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Tanjung Karang) terkait kepemilikan tanah Jalur Tol Trans Sumatera Ungkap Ansori. (Senin, 18/11/19).

" Kita sedang ajukan penangguhan penahanan Klien Kami (Y, S. HUM Bin HZ) dan penangguhan perkara Nomor: LP/628/IV/2018/LPG/SPKT,  Tanggal 16 April 2018 karena perkara perdatanya sedang tahap banding kepemilikan tanahnya berdasarkan Akta Pernyataan Banding Nomor 64/Pdt.G/2018/PN.Mgl Tanggal 06 November 2019″ Ujar Advokat muda berbakat dan terkenal ini.

Permohonan Penangguhan Penahanan
dan Penangguhan Sementara Perkara/Laporan Polisi  Nomor: LP/628/IV/2018/LPG/SPKT, Tanggal 16 April 2018, bukan tanpa dasar karena berdasarkan hukum bahwa terkait sengketa kepemilikan tanah  harus dihentikan sementara jika ada persoalan pidananya.

Adapun alasan hukum diajukannya permohonan di atas,  Gindha Ansori Wayka menyebutkan minimal ada empat  alasan hukumnya yakni Pertama,  adanya Pasal 81 KUHP, penundaan pidana berhubungan dengan adanya perselisihan Prayudisial menunda putusan; Kedua, adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma 1/1956), Pasal 1 yang menjelaskan bahwa "Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.'; Ketiga,  adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980 Tentang Pasal 16 UU Nomor 14 Tahun 1970 dan "Prejudiciel geshil" poin 3 disebutkan dalam hal diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana; dan Keempat adanya Putusan MA RI Nomor: 413/K/Kr/1980 tanggal 26 Agustus 1980 Jo Putusan MA RI Nomor: 628/K/Pid/1984 Tanggal 22 Juli 1985 Jo Putusan MA RI Nomor: 915/K/Pid/2016 Tanggal 27 Oktober 2016.

" alasan penangguhan ini bukan tanpa dasar,  tapi cukup dan sangat berdasar hukum mengingat ketentuan hukum menggariskan hal demikian,  alasan hukum di atas juga digunakan oleh Kejati dan Polda Lampung dalam penghentian sementara perkara yang kami tangani lainnya yakni LP/B-621/VI/2017/SPKT, tanggal 02 Juni 2017, Pelapor An. Dani Firmansyah Bin H Zailaini" Urai Dosen Muda progresif ini.

Fakta hukum terkait tindak pidana terjadi  atas kepemilikan tanah,  mayoritas dihentikan sementara proses penyelidikan dan penyidikannya karena alasan demi hukum. Lebih lanjut dijelaskan oleh Praktisi Hukum Ini, bahwa selain perkara yang  dihentikan sementara oleh Kejati Lampung pada Tahap P-19, ada lagi perkara yang lain yang ditanganinya kini dihentikan oleh penyidik Polda Lampung.

" selain perkara di atas,  ada juga perkara lainnya yang kami tangani dihentikan sementara oleh penyidik Polda Lampung dengan alasan sedang dalam sengketa  yakni LP/B-915/VIII/2017/LPG/SPKT, Tanggal 20 Agustus 2017 dugaan pemalsuan surat dan penggunaan surat palsu atas SHM yang dilalui Jalur Tol Trans Sumatera (JTSS)  dihentikan sementara Penyelidikannya dengan  alasan adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma 1/1956)" terang aktifis anti korupsi ini.

Lebih lanjut Gindha menjelaskan Kliennya (Y, S. HUM Bin HZ) adalah penerima kuasa dari sekelompok orang yang kini sedang melakukan gugatan atas sengketa kepemilikan Jalan Tol Trans Sumatera Ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang STA 79+025 km sampai dengan STA 112+185 km berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/95/B.05/HK/2017 Tanggal 3 Maret 2017. Tersangka Y, S.HUM Bin HZ ditahan oleh Polda Lampung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sp.Han/95/RES 1.9/IX/2019 Tanggal 27 September 2019.

"karena sudah di tahan sejak september 2019, maka kami ajukan surat kepada Kejati dan Kapolda Lampung berdasarkan surat Nomor : 137/B/LBH-CIKA/XI/2019, Tanggal 18 November 2019, Hal : Permohonan Penangguhan Penahanan dan Penangguhan Sementara Perkara/Laporan Polisi  Nomor: LP/628/IV/2018/LPG/SPKT, Tanggal 16 April 2018″ tutur Gindha.

Disinggung harapannya kepada Kapolda dan Kajati Lampung, Akademisi Muda ini berharap penegak hukum dapat mengimplementasikan asas Equality Before the Law dengan adil dan berlaku bagi setiap warga negara tanpa pandang bulu.

" kami berharap dengan testimoni dan permohonan yang kami sampaikan Klien Kami (Y, S.HUM Bin HZ)  dapat ditangguhkan penahanannya dan perkaranya juga ditangguhkan sementara dengan alasan demi hukum, hingga sengketa keperdataan terkait kepemilikan tanah yang dilalui jalur tol yang kini sedang tahap banding berkekuatan hukum tetap (inkracht)" tutupnya. (Seno)