Kebijakan Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah RI Masih Bias?
-->

Advertisement


Kebijakan Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah RI Masih Bias?

REDAKSI
01 April 2020

LKI-CHANNEL , JAKARTA

Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 31 Maret 2020.


Isi PP 21 ini hanya soal pemerintah akan bertindak kalau pandemi Covid-19 sudah menyebar luas secara signifikan dan cepat, sementara langkah preventif mencegah dan memutus mata rantai penularan, langkah pengobatan dan mencegah kematian tidak ada. Aturan ini hanya sebagai legitimasi pemerintah meliburkan sekolah, menutup tempat kerja, membatasi ibadah, dan kumpul-kumpul di jalan, yang memang sudah dilakukan tetapi angka penularan dan angka kematian masih terus merangkak naik.

Di PP PSBB ini, Pemerintah Daerah hanya bisa mengusulkan ke kementerian terkait untuk mengambil langkah yang lebih tegas bagi wilayahnya. Padahal, seharusnya rantai birokrasi harus diputus dalam menangani kondisi pandemi yang extra ordinary saat ini. Pemerintah selama ini bicara soal birokrasi yang panjang dan ribet, mau pangkas birokrasi, dll, malah dalam urusan bencana seperti ini masih pakai jalur birokrasi yang  jelimet.

Orientasi pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 hanya mementingkan soal ekonomi daripada keselamatan dan nyawa rakyatnya. Bahaya memang mindset pemerintah kita saat ini. Makanya pemerintah menolak/tidak menginginkan karantina yang lebih tegas.

Padahal, nyawa itu lebih berharga dari apapun. Hak hidup itu adalah hak yang paling fundamental dalam konsep HAM yang diratifikasi oleh Indonesia. Bisa jadi pemerintah akan dituntut melanggar HAM hidup rakyat karena lebih mementingkan ekonomi daripada hak hidup.

Kebutuhan ekonomi itu adalah kebutuhan sekunder, begitu juga dalam pemenuhan hak rakyat, itu sekunder. Yang paling fundamental adalah hak hidup. Kebijakan pemerintah harus melindungi hak hidup rakyat, ini yang utama. Bukan urusan ekonomi yang pertama dipikirkan.

Pada hari yang sama, Presiden menetapkan PERPPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Kalau soal ekonomi sepertinya sudah diatur sedemikian rupa melalui PERPPU ini. Tetapi, soal nyawa warga negara, tidak jadi concern pemerintah. Ibaratnya, mau rakyat mati berapa banyak pun, tidak terlalu dipikirkan, yang penting ekonomi selamat.

Semoga anggaran negara itu dimaksimalkan untuk melindungi nyawa masyarakat, untuk produksi APD dalam jumlah besar, obat-obatan, alat-alat kesehatan, riset sampai produksi vaksin Corona. Juga ketahanan pangan untuk kebutuhan seluruh rakyat.

Namun, kebijakan khusus untuk memutus rantai virus seperti karantina yang lebih tegas tidak diambil oleh pemerintah. Nanti teknis soal PSBB juga belum tentu maksimal atau efektif menekan angka penularan karena memang dari awal himbauan-himbauan sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi angka penularan dan angka kematian terus bertambah.

PP PSBB hanya melegalkan kampanye jaga jarak aman (social and physical distancing) dan melakukan aktivitas di rumah (stay at home). Selebihnya tidak ada. Urusan mendesak untuk melindungi nyawa warganya pun, PEMDA harus melewati rantai birokrasi dulu.

Mulyadin Permana, Antropolog yg sedang menempuh Studi Doktoral (S3) di Universitas Indonesia. (Yopi)