LKI CHANNEL CIANJUR.
Aktivitas pertambangan pasir yang dilakukan oleh CV Indi Pasir di kawasan Gunung Siang, Kampung Masigit RT 06/03, Desa Mulyasari, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Sejumlah warga mendesak agar kegiatan tambang dihentikan sementara, lantaran dinilai belum mengantongi dokumen persetujuan lingkungan secara lengkap.
Meski pihak perusahaan mengklaim bahwa operasional tambang sah secara hukum, masyarakat sekitar mengungkapkan keresahan mereka atas dampak negatif yang mulai dirasakan. Tidak hanya potensi kerusakan alam, aktivitas tersebut juga dianggap mengancam nilai-nilai budaya dan spiritual yang telah lama dijaga warga setempat.
Kami tidak menolak investasi. Tapi jangan abaikan kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat,” ujar Abah Edi, tokoh masyarakat yang tinggal tak jauh dari lokasi tambang, saat ditemui awak media.
Ia mengungkapkan, selain kekhawatiran terhadap dampak kekeringan, longsor, dan gangguan suara, warga juga resah karena di sekitar area tambang terdapat lokasi yang disakralkan. Di hutan belakang tambang, kata dia, terdapat situs patilasan yang diyakini memiliki nilai spiritual tinggi.
Itu tempat sangat disakralkan oleh warga sekitar. Kami khawatir, bisa muncul dampak non-fisik jika tidak dihormati,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Operasional CV Indi Pasir, Arif Rachman, menegaskan bahwa perusahaannya telah mengantongi izin resmi dari pemerintah provinsi dan selalu memenuhi kewajiban perpajakan.
Legalitas kami lengkap. Kami terbuka jika warga memiliki masukan. Bahkan, kami siap membangun sumur bor untuk masyarakat selama dibangun di atas tanah wakaf,” ujarnya.
Namun, fakta di lapangan berbeda. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Cabang Dinas ESDM Cianjur 1, diketahui bahwa meskipun CV Indi Pasir memiliki Izin Eksploitasi dan Pengangkutan Batuan (ECPB), perusahaan tersebut belum memenuhi syarat utama berupa dokumen persetujuan lingkungan.
Ini pelanggaran administratif yang cukup serius. Aktivitas mereka saat ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam SPB (Surat Persetujuan Berusaha),” terang Aris Firmansyah, analis pertambangan Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat.
Situasi ini menyoroti lemahnya pengawasan serta pentingnya keterbukaan informasi antara pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah. Tanpa sinergi dan kepatuhan terhadap aturan, pembangunan bisa meninggalkan dampak ekologis dan konflik sosial yang berkepanjangan.
(Tim)


