LKI Channel - Purwakarta.
(Rabu 3 Desember 2025 ) Dugaan praktik pemotongan Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Rakyat (BLT Kesra) kembali mencoreng penyaluran bantuan sosial di Kabupaten Purwakarta. Kali ini, warga Desa Sirnamanah, Kecamatan Darangdan, mengungkap adanya pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh sejumlah ketua RT kepada para Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa ia diminta menyerahkan uang sebesar Rp50.000 oleh oknum ketua RT setempat tanpa penjelasan mengenai peruntukannya.
“Saya diminta Rp50.000 oleh pak RT, tidak tahu buat apa uang itu,” ujarnya.
Menanggapi aduan tersebut, awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada salah satu ketua RT yang disebut-sebut melakukan pungutan. Oknum RT berinisial K, Ketua RT 07 Desa Sirnamanah, tidak membantah adanya pungutan tersebut. Ia mengakui secara terbuka bahwa meminta uang kepada KPM merupakan “hasil kesepakatan para RT dalam forum minggon.”
Menurut pengakuannya, uang hasil pungutan itu kemudian “dibagikan lagi untuk orang desa dan kegiatan kerja bakti.” Namun ketika ditanya apakah pihak pemerintah desa mengetahui hal tersebut, RT K menyebut bahwa semua RT di desa hadir dalam minggon dan mengetahui nya.
Pernyataan yang disampaikan dengan nada terbata-bata itu justru memperkuat dugaan bahwa praktik pungli dilakukan secara terstruktur dan menyeluruh oleh hampir seluruh RT di Desa Sirnamanah.
Fenomena pungutan terhadap bantuan sosial seakan menjadi kebiasaan yang dibiarkan berkembang di tengah lemahnya pengawasan pihak desa maupun pemerintah daerah. Dugaan pemotongan BLT Kesra di Sirnamanah menambah deretan panjang penyimpangan distribusi bansos yang sering terjadi di tingkat akar rumput.
Jika benar dilakukan atas “kesepakatan RT”, maka praktik ini bukan lagi tindakan pribadi oknum, melainkan indikasi pelanggaran kolektif yang memanfaatkan posisi struktural RT sebagai perpanjangan tangan pelayanan kepada masyarakat.
Kasus ini perlu tindakan tegas dan menuntut perhatian serius dari Pemda Kabupaten Purwakarta, Inspektorat Daerah, Kepolisian, dan Kejaksaan Negeri Purwakarta
Penegakan hukum diperlukan untuk memastikan bansos tidak diperlakukan seperti ladang pendapatan tambahan bagi aparatur desa. Pembiaran hanya akan membuat praktik serupa semakin menjamur dan dianggap lazim, padahal secara hukum jelas masuk kategori pungutan liar
Warga penerima manfaat berada pada posisi dilematis,melapor berisiko kehilangan bantuan, diam berarti melegitimasi pungli.
Banyak warga khawatir akan mengalami diskriminasi, ditekan, atau tidak lagi dimasukkan sebagai penerima bantuan apabila menolak memberikan pungutan.
Situasi ini menunjukkan ketimpangan relasi kuasa antara aparatur lingkungan dan masyarakat, sehingga negara yang di wakili oleh pemerintah daerah setempat harus memastikan perlindungan kepada warga yang berani mengungkap praktik penyimpangan.
( Yn/Yd )


